Laman

Selasa, 04 Oktober 2011

PROSEDUR PEMERIKSAAN / PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERHADAP PEJABAT NEGARA

Prosedur pemeriksaan / penyidikan merupakan administrasi yang harus ditempuh untuk melakukan suatu kegiatan pemeriksaan dalam rangkaian tindakan kepolisian, sehingga pemeriksaan yang dilakukan memenuhi syarat yuridis dan administratif.

Adapun prosedur penyidikan meliputi :

prosedur umum berdasarkan KUHAP ( Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.)
Prosedur khusus berdasarakan Undang-undang yang mengaturnya yang ditujukan kepada :
Kepala Daerah / wakil
Anggota MPR,DPR dan DPD
Anggota DPRD
Dewan Gubernur BI
Hakim
Jaksa
Notaris
Kepala Desa

I. PEMERIKSAAN KEPALA DAERAH / ATAU WAKIL KEPALA DAERAH.

Prosedur pemanggilan / penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakilnya berdasarkan pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 8 tahun 2005 :

(1)Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden atas permintaan penyidik.

(2)Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan oleh presiden dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh hari) terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.

(3)Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis ssuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2).

(4)Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

(5)Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setelah dilakukan wajib dilaporkan kepada presiden paling lambat dalam waktu 2 kali 24 jam.
Adapun tata caranya berdasarkan pasal 36 (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Presiden RI, dengan tata cara sebagai berikut :

Penyidik mengajukan surat permohonan persetujuan tertulis untuk memeriksa Kepala Daerah / Wakil melalui Bareskrim Mabes Polri, dengan menyebut status terperiksa sebagai tersangka atau saksi, serta mencantumkan identitas penyidiknya.
Permohonan disertai dengan laporan hasil kemajuan perkara.
Dalam hal terperiksa sebagai saksi, harus menyebutkan siapa tersangkanya.
Sebelum mulai pemeriksaan, terlebih dahulu dokumen asli persetujuan tertulis Presiden diperlihatkan / untuk dibaca terperiksa.

II. PROSEDUR PEMANGGILAN / PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYA (MPR), DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR), DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) BAIK PROVINSI / KABUPATEN / KOTA.

Yang menjadi dasar hukum pemanggilan dan penyidikan sebagaimana tertuang dalam pasal 106 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Susunan dan kedudukan MPR. DPR,DPD dan DPRD, bahwa ;

Ayat (1) dalam hal anggota MPR,DPR dan DPD diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan , dan penyidikannya harusmendapat persetujuan tertulis dari Presiden.
Ayat (2) dalam hal seorang DPRD Provinsi diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.
Ayat (3) dalam hal seorang anggota DPRD Kabupaten/Kota diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Gubernur atas nama Menteri dalam negeri.
Ayat (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) tidak berlaku apabila anggota MPR, DPR, DPD DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota melakukan tindak pidana Korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
Ayat (5) setelah tindakan pada ayat (4) dilakukan harus dilaporkan kepada pejabat yang berwenang agar memberikan ijin selambat-lambatnya dalam dua kali 24 jam.
Ayat (6) selama anggota MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menjalani proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan didepan pengadilan, yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan dan administrasi sampai dengan adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Tata cara pelaksanaanya berdasarkan pasal 106 Undang-undang Nomor 22 tahun 2003 diatas adalah ;

Pemeriksaan sebagai tersangka atau saksi harus dengan persetujuan tertulis Presiden RI.
Pengajuan permohonan kepada Presiden RI dilakukan oleh Kapolri, dengan menyebut status terperiksa, serta identitas penyidiknya.
Permohonan disertai dengan laporan hasil kemajuan.
Setelah memperoleh ijin tertulis dari Presiden RI, pemanggilan terhadap terperiksa dilakukan dengan menyebut persetujuan tertulis Presiden sebagai salah satu dasar.
Sebelum pemeriksaan dokumen asli persetujuan tertulis Presiden diperlihatkan untuk dibaca terperiksa.

III. PROSEDUR PEMANGGILAN / PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA DPRD PROVINSI DAN DPRD KABUPATEN / KOTA.

Berdasarkan pasal 53 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah , disebutkan bahwa ;

1.Ayat (1) Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari menteri dalam negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD Provinsi dan dari Gubernur atas nama menteri dalam negeri bagi anggota DPRD Kabupaten / Kota.

2.Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 hari semenjak diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat dilakukan.

3.Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan diperlukan persetujuan tertulis dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau
Disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

4.Setelah tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan, tindakan penyidikan harus dilaporkan kepada pejabat yang memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 2 kali 24 jam.

Tata caranya berdasarkan pasal 53 (1) tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari :

Menteri dalam negeri atas nama presiden RI bagi DPRD Provinsi.
Gubernur atas nama Menteri dalam negeri bagi DPRD Kabupaten / Kota.

Adapun Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :

Penyidik mengajukan surat permohonan persetujuan tertulis untuk memeriksa dengan menyebutkan status terperiksa sebagai tersangka atau saksi, serta mencantumkan identitas penyidikannya kepada menteri dalam negeri atau Gubernur.
Permohonan disertai dengan laporan kemajuan singkat.
Dalam hal anggota DPRD yang akan diperiksa tersebut statusnya sebagai saksi, dalam surat tersebut harus dicantumkan siapa tersangkanya.
Sebelum mulai pemeriksaan, terlebih dahulu dokumen asli persetujuan tertulis menteri dalam negeri / gubernur diperlihatkan untuk dibaca terperiksa.

IV. PROSEDUR PEMANGGILAN / PENYIDIKAN TERHADAP DEWAN GURBERNUR BANK INDONESIA

Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004, bahwa dalam hal anggota dewan gubernur patut diduga telah melakukan tindak pidana, pemanggilan , permintaan keterangan dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari presiden.

Adapun tata cara berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 ;

Pasal 37 : Dewan Gurbernur BI terdiri atas seorang Gubernur, seorang Deputy senior, dan sekurang-kurangnya 4 atau sebanyak-banyaknya 7 orang deputi-deputi Gubernur.

Pasal 49 : Dalam hal dewan Gubernur diduga telah melakukan Tindak Pidana, pemanggilan, permintaan keterangan dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis Presiden RI.

Tata cara pelaksanaannya sebagai berikut :

Mengajukan permohonan tertulis Presiden RI untuk memanggil sebagai tersangka atau saksi melalui Bareskrim Mabes Polri.
Dalam permohonan dijelaskan dengan singkat perkara apa, siapa tersangka, serta identitas penyidik.
Permohonan dilampiri dengan Laporan Kemajuan.

V. PROSEDUR PEMERIKSAAN REKENING BANK

Bahwa untuk memeriksa rekening bank didasarkan pada Pasal 42 Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 Juncto Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dimana Rekening yang boleh diperiksa penyidik hanya milik seorang yang sudah dinyatakan statusnya sebagai tersangka. Selanjutnya pemeriksaan rekening tersangka harus dengan ijin Gubernur Bank Indonesia.

Prosedur pelaksanaannya sebagai berikut :

Permohonan diajukan melalui Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, dengan menyebut identitas tersangka, Bank dan nomor rekening yang akan diperiksa, serta identitas penyidik yang akan memeriksa rekening tersebut.
Permohonan dilampiri dengan Laporan Polisi , Berita Acara Pemeriksaan Saksi, Berita Acara Tersangka.

Setelah ijin Gubernur Bank Indonesia diterima, penyidik membuat surat kepada Bank yang dimaksud dengan merujuk surat ijin Gubernur Bank Indonesia, disertai dengan menyebut hal-hal apa yang diminta untuk diperiksa pada rekening tersangka tersebut. Untuk rekening yang diperiksa, terlebih dahulu dilakukan tindakan pemblokiran dengan maksud menghentikan lalu-lintas pada rekening tersebut.

Dari hasil pemeriksaan lalu-lintas rekening dapat ditindak lanjuti dengan penyitaan bila dianggap perlu oleh penyidik..

Selanjutnya tata cara pemblokiran dan penyitaan dilakukan dengan ;

Surat pemblokiran disampaikan oleh penyidik ke Bank dengan tembusan Bank Indonesia yang memuat antara lain tindak pidana yang disangkakan, identitas dan nomor rekening dan atau bukti simpanan serta nama dan alamat kantor Bank.
Pemblokiran dilakukan atas rekening dan atau bukti simpanan yang diduga terkait tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
Penyidik dapat menentukan jumlah nominal simpanan yang diblokir untuk disampaikan ke Bank.
Pemblokiran diberikan batas waktu sampai dengan terbitnya surat ijin membuka rahasia bank dari Bank Indonesia dan sampai terlaksananya penyitaan.
Simpanan yang diblokir tetap berada dan ditatausahakan pada bank yang bersangkutan atas nama pemilik rekening atau bukti simpanan.
Setelah diblokir, penyidik harus segera mengajukan permohonan ijin membuka rahasia bank kepada Gubernur Bank Indonesia.
Dalam pertimbangan tertentu, pemblokiran dapat ditindak lanjuti dengan penyitaan.
Simpanan yang disita guna dijadikan barang bukti, tetap berada pada rekening atas nama pemilik rekening / bukti simpanan dan dititipkan kepada Bank dengan status barang sitaan dengan membuat Berita Acara Penitipan.
Barang sitaan yang diserahkan kepada penyidik ke Jaksa Penuntut Umum pada tahap kedua, tetap ditatausahakan pada bank yang bersangkutan atas nama pemilik rekening / bukti simpanan dengan dibuat berita acara penitipan oleh Jaksa Penuntut Umum.
Hak dan kewajiban yang melekat pada simpanan yang disita merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dana simpanan yang disita.
Khusus terhadap rekening giro milik bank umum yang ditatausahakan pada Bank Indonesia tidak dapat diblokir atau disita karena terkait dengan stabilitas sistem perbankan.
Dokumen asli yang disita penyidik, tetap ditatausahakan pada bank yang bersangkutan dengan membuat berita acara penitipan barang bukti, sedangkan untuk dokumen palsu yang dimiliki bank dapat langsung dilakukan penyitaan.

VI. PROSEDUR PEMERIKSAAN REKENING BANK DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.

Berdasarkan pasal 33 Undang-undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Pencucian Uang, Penyidik memiliki wewenang untuk meminta secara langsung kepada kepala kantor Bank setempat untuk membuka rahasia rekening bank setiap orang yang telah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Tersangka, dalam perkara tindak pidana pencucian uang.

Adapun tata cara pelaksanaannya dengan cara Kapolri / Kapolda membuat surat kepada kepala Bank disertai permintaan hal-hal yang diperlukan dari rekening tersangka yang dilaporkan oleh PPATK. Rekening yang diperiksa terlebih dahulu dilakukan tindakan pemblokiran dengan maksud menghentikan lalu-lintas transaksi pada rekening tersebut.
VII. PENANGKAPAN TERHADAP HAKIM

Pada pasal 26 Undang-undang nomor 8 tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum disebutkan bahwa ” Ketua, Wakil ketua dan Hakim pengadilan dapat ditangkap atau ditahan atas perintah jaksa agung setelah mendapat persetujuan Ketua Makamah Agung, kecuali dalam hal :

Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan
Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati,atau
Disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

VIII. PENYIDIKAN TERHADAP JAKSA

Dasar hukum penyidikan terhadap jaksa tertuang dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan, dalam pasal 8 disebutkan :

Ayat (4)Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan mejunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.

Ayat (5)Dalam hal melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) , Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana,maka : Pemanggilan, Pemeriksaan, Penggeledahan, Penangkapan, dan Penahanan terhadap Jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas ijin Jaksa Agung.

Tata cara pelaksanaaanya sebagai berikut :

Penyidik mengajukan surat permohonan ijin tertulis kepada Jaksa Agung melalui Bareskrim Mabes Polri yang selanjutnya ditanda tangani oleh Kapolri untuk melakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.
Permohonan disertai Laporan Kemajuan (Lapju) singkat dan tindak pidana yang dipersangkakan.
Setelah mendapat ijin maka penyidik dapat melakukan tindakan kepolisian sebagaimana tersebut nomor 1.

IX. PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS

Dasar hukumnya tertuang dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Notaris pasal 66 , sebagai berikut :

(1)Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau Hakim dengan pesetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang.




Mengambil Foto Copy Minuta Akta dan / Surat – surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.

(2)Pengambilan Foto copy Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada (1) huruf a dibuat Berita Acara Penyerahan.

Adapun tata cara pelaksanaannya sebagai berikut :

Penyidik mengajukan surat kepada Majelis Pengawas Daerah dengan menyebutkan untuk keperluan apa, apakah untuk mengambil Foto Copy Mituta Akta dan/ surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; ataukah keperluan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris.
Dalam permohonan dijelaskan dengan singkat perkara apa, siapa tersangkanya.
Setelah mendapat persetujuan maka penyidik dapat melakukan tindakan kepolisian sebagaimana disebutkan angka 1. diatas.

X. TINDAKAN PENYIDIKAN TERHADAP KEPALA DESA

Dasar hukumnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa, pasal 23 menyebutkan bahwa :

(1)Tindakan penyidikan terhadap kepala desa dilaksanakan setelah adany persetujuan tertulis dari Bupati atau walikota.

(2)Hal-hal yang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada (1) adalah :
Tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan Diduga telah melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati.

(3)Tindakan penyidikan sebagaimana dimaksud (2) diberitahukan oleh atasan penyidik kepada Bupati / Walikota paling lama 3 x 24 Jam.

Adapun tata cara pelaksanaannya sebagai berkut :

Penyidik mengajukan srat persetujuan tertulis kepada Bupati / Walikota untuk melakukan tindakan penyidikan terhadap Kepala Desa.
Dalam mengajukan surat persetujuan dijelaskan dengan singkat perkara apa, siapa tersangkanya.
Setelah mendapat persetujuan maka penyidik dapat melakukan tindakan kepolisian sebagaimana disebutkan diatas.

XI. HAL – HAL YANG BERKAITAN DENGAN PROSEDUR PENYIDIKAN PEJABAT NEGARA.

A.Berdasarkan Surat Telegram Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Nomor Polisi ST / 96 /XI/2006 tanggal 1 Nopember 2006 Tentang Tata cara Pemanggilan / Penyidikan terhadap anggota MPR, DPR,DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Bahwa ijin dari Presiden RI sebagaimana tercantum pada ketentuan diatas tidak diperlukan dalam hal anggota MPR / DPR / DPRD / Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah berstus saksi pelapor atau sebagai saksi korban dalam suatu tindak pidana.

B.Berdasarkan Surat Kepala Badan Reserse Kriminal Nomor Polisi : B/588/DIT-I/IX/2005 / Bareskrim tanggal 27 September 2005, Bahwa setiap mengajukan permohonan ijin kepada presiden RI, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri, kelengkapan berkas sebagai lampiran adalah ;




Laporan Polisi
Surat Perintah Penyidikan.
Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan.
Hasil Gelar Perkara.
Resume / Laporan Kemajuan berisi :







a. Kasus Posisi / duduk perkara.

b. Peran Pejabat yang dipanggil / di sidik.

c. Analisa Yuridis dan penerapan pasal yang dilanggar.

d. kerugian yang ditimbulkan (apabila ada).